
Jakarta, 5 Juli 2025 – Sengkarut truk Over Dimension dan Over Loading (ODOL) masih menjadi dilema pelik dalam tata kelola transportasi dan logistik nasional. Di satu sisi, penegakan hukum terhadap ODOL penting untuk menjaga keselamatan dan infrastruktur jalan, namun di sisi lain, pelaku industri logistik dan UMKM mengeluhkan dampak ekonominya. Kini, pemerintah bersama pemangku kepentingan berupaya mencari jalan tengah yang adil dan aplikatif.
🚛 ODOL: Masalah Struktural yang Tak Kunjung Selesai
Truk ODOL adalah kendaraan yang melebihi batas dimensi dan/atau kapasitas muatan yang diizinkan. Keberadaannya dianggap:
-
Merusak jalan dan jembatan lebih cepat dari siklus teknisnya.
-
Meningkatkan risiko kecelakaan di jalan raya.
-
Menghambat ketertiban dan efektivitas lalu lintas.
Menurut data Kementerian Perhubungan, lebih dari 60% truk yang beroperasi di Indonesia masih masuk kategori ODOL, terutama di jalur distribusi barang logistik seperti Jawa-Bali dan Sumatera.
📉 Dilema Dunia Usaha: Efisiensi vs Legalitas
Banyak pelaku usaha mengandalkan truk ODOL untuk menekan biaya logistik. Sekali angkut truk ODOL bisa membawa hingga dua kali lipat kapasitas standar, mengurangi frekuensi pengiriman dan biaya operasional.
“Kalau semua harus sesuai dimensi standar, harga logistik naik, harga barang juga naik. Siapa yang siap menanggung?” ujar Andi Suryanto, pemilik perusahaan ekspedisi di Bekasi.
Sementara itu, pemerintah berupaya menegakkan zero ODOL policy yang sebenarnya sudah direncanakan sejak 2023, namun beberapa kali ditunda implementasinya karena penolakan dari sektor industri.
🛣️ Dampak ODOL terhadap Infrastruktur
-
Biaya perbaikan jalan nasional akibat ODOL mencapai Rp 43 triliun per tahun, menurut Kementerian PUPR.
-
Usia pakai jembatan dan jalan tol menurun drastis hingga 40%.
-
Banyak ruas jalan rusak berat di jalur distribusi utama karena kendaraan melebihi tonase maksimal.
“Masalahnya bukan pada truknya saja, tapi sistem logistik kita belum siap sepenuhnya untuk beralih ke moda yang lebih efisien seperti kereta atau kapal,” jelas Ir. Ika Yuniarti, M.Eng, ahli transportasi dari ITB.
🤝 Solusi Jalan Tengah: Apa yang Bisa Dilakukan?
Untuk keluar dari kebuntuan ODOL, beberapa usulan kompromi mulai dikaji bersama:
-
Tahapan transisi bertahap berbasis wilayah dan sektor industri.
-
Insentif fiskal dan kredit kendaraan untuk pelaku usaha mengganti truk ke spesifikasi legal.
-
Penegakan hukum berbasis teknologi, seperti e-weigh in motion dan pengawasan digital.
-
Konsolidasi logistik UMKM dan koperasi angkutan agar beban distribusi lebih efisien.
-
Perluasan jalur kereta logistik dan pelabuhan feeder untuk mengurangi beban jalan raya.
📌 Kesimpulan: Kolaborasi Jadi Kunci
Penyelesaian masalah ODOL bukan hanya soal menilang atau merazia. Ini soal perubahan sistemik dalam logistik, regulasi, dan pendekatan ekonomi. Jalan tengah harus dibangun lewat komunikasi yang baik antara pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat.
“Zero ODOL hanya mungkin terwujud jika ada ekosistem yang mendukung, bukan dengan pendekatan represif semata,” tegas Dirjen Perhubungan Darat, Hendro Sugiatno.